Semestinya kembali kenagari harus dipahami peran lembaga tungku tigo sajarangan yang tampak dalam badan musyawarah nagari dan kerapatan negari.
Prinsip musyawarah adalah pondasi mendasar dan utama dari adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah.
Kembali kenagari haruslah bermula dengan kesediaan untuk rujuk kepada hukum adat (norma yang berlaku di nagari) dan kesetiaan melaksanakan hukum positf (undang-undang negara).
Muara pertama terdapat pada supra struktur pemerintahan nagari, dimana kepala pemerintahan negari (kepala negari) akan berperan sebagai kepala pemerintahan di nagari dan juga pimpinan adat.
Sebagai kepala pemerintahan terendah dinagari memiliki hirarki yang jelas dengan pemerintahan diatasnya (kecamatan atau kabupaten).
Sebagai kepala adat harus berurat kebawah yakni berada ditengah komunitas dan pemahaman serta perilaku adat istiadat yang dijunjung tinggi anak nagari (adat salingka nagari). Minangkabau tetap bersatu, tetapi tidak bisa disatukan.
Muara kedua, dukungan masyarakat adat (kesepakatan tungku tigo sajarangan yang terdiri dari ninik mamak, alim ulama, cadiak pandai, bundo kanduang dan kalangan rang mudo), dan mendapat dukungan dalam satu tatanan sistim pemerintahan (perundang-undangan).
Anak nagari sangat berkepentingan dalam merumuskan nagarinya. Konsepnya tumbuh dari akar nagari itu sendiri, bukanlah suatu pemberian dari luar.
“ Lah masak padi ‘rang singkarak, masaknyo batangkai-tangkai, satangkai jarang nan mudo, Kabek sabalik buhus sintak, Jaranglah urang nan ma-ungkai, Tibo nan punyo rarak sajo.”
Artinya diperlukan orang-orang yang ahli dibidangnya untuk menatap setiap perubahan peradaban yang tengah berlaku. Hal ini perlu dipahami supaya jangan tersua seperti kata orang “ibarat mengajar kuda memakan dedak”.
Masyarakat nagari sesungguhnya tidak terdiri dari satu keturunan (suku) saja tetapi terdiri dari beberapa suku yang pada asal muasalnya berdatangan dari berbagai daerah asal di sekeliling ranah bundo.
Sungguhpun berbeda, namun mereka dapat bersatu dalam satu kaedah hinggok mancangkam tabang basitumpu atau hinggok mencari suku dan tabang mencari ibu.
Hiyu bali balanak bali, ikan panjang bali dahulu.
Ibu cari dunsanak cari, induak samang cari dahulu.
Yang datang dihargai dan masyarakat yang menanti sangat pula di hormati.
Dima bumi di pijak, di sinan langik di junjuang, di situ adaik bapakai.
Disini tampak satu bentuk perilaku duduk samo randah tagak samo tinggi, sebagai prinsip egaliter di Minangkabau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar