Minggu, 17 Januari 2010

Cabaran Dakwah dan Penghayatan Islam
Pengalaman Umat Islam Serantau


Di Abad ini, telah terjadi lonjakan perubahan dengan cara cepat, transparan, dan bumi terasa sempit seakan tak ada sekat (batas). Hubungan komunikasi, informasi, dan transportasi telah menjadikan satu sama lain menjadi dekat.

Kita, masyarakat Serumpun, amatlah bersyukur kepada Allah, atas rahmat yang besar dengan nilai-nilai tamadun budaya Melayu yang terikat kuat dengan penghayatan Islam, dan terbukti pada masa yang panjang dizaman silam menjadi salah satu puncak kebudayaan dunia.

Namun, tersebab kelengahan dan terpesona kepada budaya lain diluar kita, dan karena derasnya penetrasi budaya luar (asing), kita pun mengalami situasi seakan membakar obat nyamuk, lapis pertama berangsur punah menuju lingkaran tengah dan dalam.
Bila ini dibiarkan, rela ataupun tidak, akhirnya tinggal abu jua.

Tuntutan zaman terus bergulir, sebagai bagian dari “Sunnatullah”.

Apabila dimasa lampau, saudara Serumpun telah banyak belajar menuntut ilmu ketanah seberang, karena kuat dan samanya ikatan batin, namun dihari ini senyatanya mesti diakui, kami pula harus belajar banyak dari semenanjung.
Inilah satu kenyataan sejarah, yang memang sulit untuk di bantah.

Masih tersedia satu lapangan dimana kita bisa berkejaran bersama, ya’ni di medan dakwah Ilaa Allah.

Karena itu, sangatlah dihajatkan benar tampilnya penggerak dakwah dengan berbekal teoritikus yang tajam, dan effektif, qanaah dan istiqamah dibidangnya.

Disamping itu, yang dihajatkan benar dalam pembinaan umat adalah, “opsir lapangan” yang bersedia dan pandai berkecimpung di tengah tengah umat. Selain dari ilmuan atau sarjana berpengalaman, maka yang paling dihajatkan bukan mata mata yang “mahir membaca berjilid-jilid buku tetapi buta membaca masyarakat”.

Kemahiran membaca “kitab masyarakat” acap kali tidak dapat diperoleh dalam ruang kuliah dan perpustakaan semata. Karenanya pula, perlu meng-introdusir ketengah masyarakat, dalam upaya membawa umat untuk aktif bersama-sama dalam mengha¬dapi setiap persoalan.

Akhirnya, dengan usaha sedemikian itu, akan dapat dirasakan denyut nadi kehidupan umat, dan lambat laun akan berurat pada hati umat itu. “Makin pagi makin baik....”,
Jangan berhenti tangan mendayung, agar arus tidak membawa hanyut …, demikianlah diantara pesan Allahyarham Bapak Mohammad Natsir.

Tidaklah kecil kerja kita, dalam mengurus rakyat kecil yang nyata-nyata jumlahnya sangat besar berada di akar serabut (grass-root) masyarakat bangsa Serumpun. Kekuatan kita pula terletak didalam kekuatan mereka “innama tunsharuuna wa turzaquuna bi dhu’afaikum”.

Bila kita mengkaji berhitung-hitung bahwa kita bangsa Serumpun yang besar ini, besar pula jumlah penganut Islamnya. Kebanyakannya pula adalah dhu’afak yang larat melarat. Maka tentulah terbuka peluang menghelanya oleh orang lain yang berminat mengubah dan memindah-mindahkannya kepada keyakinan diluar Islam.

Memang sangat memilukan sekali bahwa rakyat kecil itu pula dimasa derasnya arus globalisasi ini senantiasa dijadikan sasaran empuk.

Karena ketiadaan juga rupanya mereka menjadi kafir. Karena ketiadaan pula mereka menjadi umpan dari satu perubahan berbalut westernisasi.

Karena ketiadaan ilmu, dan bekalan iman jua agaknya mereka menjadi rapuh, dan terhempas di lamun ombak pemurtadan.

Acap kali mereka tersasar, sesat jalan, hanya karena kurangnya pemahaman terhadap agama. Karena ketiadaan. Itulah penyebabnya.

Arus globalisasi yang bergerak deras itu telah menggeser pula pola hidup masyarakat dibidang ekonomi, perniagaan atau pertanian, perkebunan dan lain sebagainya.

Kehidupan sosial berteras kebersamaan bergeser menjadi individualis dan konsumeristis. Masing masing berjuang memelihara kepentingan sendiri-sendiri dan condong kepada melupakan nasib orang (negara negara) lain.

Persaingan bebas tanpa kawalan akan bergerak kepada “yang kuat akan bisa bertahan dan yang lemah akan mati sendiri”, dan yang kuat akan menelan yang lemah di antara mereka".


Cabaran dan tantangan di bidang sosial, budaya, ekonomi, politik dan lemahnya penghayatan agama akan menyangkut setiap aspek kehidupan tak terelakkan.
Paling terasa tantangan tersebut di berapa medan dakwah dan daerah terpencil (i.e. Mentawai, Lunang Silaut dan Pasaman) adalah gerakan salibiyah dan bahaya pemurtadan.
Ditengah perkotaan berkembang pula cabaran pendangkalan keyakinan dan menipisnya pengamalan agama serta pula bertumbuhnya penyakit masyarakat (tuak, arak, judi, dadah, pergaulan bebas dikalangan kaula muda, narkoba, dan beberapa tindakan kriminal dan anarkis) mengarah kepada dekadensi moral.

Perlu diyakini bahwa “pengendali kemajuan sebenar adalah agama dan budaya umat (umatisasi)”. Selain itu semua, akan ditopang oleh budaya dan tamaddun yang dipakai oleh umat jua adanya.


Prediksi kedepan, diharapkan abad keduapuluh satu menjadi abad agama dan budaya. Ternyata kemajuan teknologi informasi (teknologi maklumat) yang pesat dan tidak diseiringkan dengan kawalan yang ketat telah menyisakan pula bermacam problema. Walau kecenderungan pemahaman bahwa tercerabutnya agama dari diri masyarakat (khususnya dibelahan dunia Barat) tidak banyak pengaruh pada kehidupan pribadi dan masyarakatnya.

Akan tetapi akan lainlah halnya bila tercerabutnya agama dari diri masyarakat Serumpun (Melayu, dan juga Minangkabau) akan berakibat besar kepada perubahan prilaku dan tatanan masyarakatnya. Hal tersebut disebabkan karena “adatnya bersendi syarak, syaraknya bersendi kitabullah” dan “syarak (=agama) mangato (=memerintahkan) maka adat mamakai (=melaksanakan)”.

Peranan dakwah membawa umat, melalui informasi dan aktifiti, kepada keadaan yang lebih baik. Kokoh dengan prinsip, qanaah dan istiqamah. Berkualitas, dengan iman dan hikmah. Ber-‘ilmu dan matang dengan visi dan misi.

Amar makruf nahyun ‘anil munkar dengan teguh dan professional. Research-oriented dengan berteraskan iman dan bertelekankan tongkat ilmu pengetahuan (knowledge based).

Peran dakwah sedemikian, Insya Allah akan mampu merajut khaira ummah yang niscaya akan diperhitungkan mendunia (global) karena pacak menghadapi kompleksitas abad keduapuluh satu, awal alaf baru.

Masa kedepan amatlah di tentukan oleh umat yang memiliki kekuatan budaya dominan.
Pembentukan generasi penyumbang dalam pemikiran dan pembaharuan (inovator), tidak boleh di abaikan agar tidak terlahir generasi konsumptif (pengguna) yang akan menjadi benalu bagi bangsa dan negara.

Kelemahan mendasar ditemui pada melemahnya jati diri karena kurangnya komitmen kepada nilai-nilai luhur agama yang menjadi anutan bangsa. Kelemahan ini dipertajam oleh tindakan isolasi diri dan kurang menguasai politik, ekonomi, sosial budaya, lemahnya minat menuntut ilmu, yang menutup peluang untuk berperan serta dalam kesejagatan.


Pemantapan tamaddun, agama dan adat budaya didalam tatanan kehidupan menjadi landasan dasar pengkaderan re-generasi, dengan menanamkan kearifan dan keyakinan bahwa apa yang ada sekarang akan menjadi milik generasi mendatang.

Konsekwensinya, kita memikul beban kewajiban memelihara dan menjaga warisan kepada generasi pengganti, secara lebih baik dan lebih sempurna. Agar supaya dapat berlangsung proses timbang terima kepemimpinan secara estafetta alamiah, antara pemimpin yang akan pergi dan yang akan menyambung, dalam suatu proses patah tumbuh hilang berganti.

Kesudahannya yang dapat mencetuskan api adalah batu api (pemantik api) juga.
Inilah kewajiban setiap kepala keluarga (pemimpin pergerakan) yang selalu teguh dan setia membina jamaah, dan mampu berinteraksi dengan lingkungan secara aktif. Siap melakukan dan menerima perubahan dalam tindakan yang benar.

Segala tindakan dan perbuatan akan selalu disaksikan oleh Allah, Rasul dan semua orang beriman.

Pandangan yang berlaku bahwa semakin banyak pengetahuan, ilmu dan informasi, akan semakin besar kemampuan pengendalian yang semula ada telah pula menjadi kabur.
Kenyataan tersua, makin banyak informasi, semakin kecil kemungkinan pengendalian. Informasi memerlukan penerjemahan sesuai dengan keperluan dan tatanan masyarakat penggunanya.

Menjaga norma kehidupan masyarakat menjadi kerja utama yang tidak boleh dianggap remeh.

Tanpa itu semua kemajuan mustahil terkendali dan tidak lagi menjanjikan rahmat, tetapi sebaliknya petaka.

Kebebasan bisa menjadi ancaman bagi kemajuan itu sendiri. Bila kurang siap, di abad depan bisa menjadi abad penjajahan informasi yang berujung dengan imperialisme kapital. Diawali dengan penjajahan konsep-konsep.

Mulailah bangsa ini terjajah di negeri sendiri, tanpa perlu hadir sosok tubuh sipenjajah. Alangkah malangnya nasib badan.

Generasi serumpun mesti siap memerankan tanggung jawab sendiri dan bersama, menanamkan kebebasan terarah dengan memelihara dan meningkatkan daya saing, bersikap produktif, agar dapat membuahkan kreativitas beragam yang dinikmati bersama.
Keseriusan dakwah dan pelayan umat, sebisanya sanggup menawarkan alternatif keumatan, dalam menjawab masalah umat dikelilingnya.

Karenanya, perlu supply informasi secara local, nasional, dan regional yang amat berguna dalam menggerakkan umat agar mampu berpartisipasi pada setiap perubahan.
Kitapun sudah mesti berdakwah kepada setiap orang dan rumah tangga dengan kepedulian yang tinggi.

Sudah masanya kita harus mendatangi setiap rumah tangga dan keluarga dalam memberi ingat kembali kepada penghayatan Islam. Akan tetapi, tentulah tidak mungkin kita melawatnya setiap waktu.

Maka upaya yang memungkinkan adalah memanfaatkan fasilitas satelit, dengan fasilitas teknologi maklumat (IT) berkemaskan pesan dan penghayatan agama Islam. Apa yang telah kita saksikan dalam tayangan TV di sejagat hari ini, mestilah kita balas dengan paket program dalam siaran yang banyak, yang berisikan kawalan-kawalan agama dan budaya (tamadun) dalam meng-counter upaya pendangkalan pihak-pihak sekuler.

Bila mungkin kita harus menggerakkan minat menghadirkan TV Islam yang dikemas global dan dengan muatan local untuk seluruh daerah kawasan Islam dunia, dengan bahasa komukasi dan ta’aruf. Kita mestinya menghadapi arus global dengan cara global tetapi dengan komunikasi local. Bisakah kita sebut dengan paket glocal (global dan local)???


Cabaran dakwah dilapangan adalah berhadapan dengan tantangan yang sangat banyak, namun uluran tangan yang didapat hanya sedikit. Mengatasi situasi ini hanya dengan modal kesadaran, dengan memanfaatkan jalinan hubungan yang sudah lama terbina.
Gerakan dakwah akan menjadi lemah bila tidak mampu melahirkan sikap (mental attitude) yang penuh semangat vitalitas, enerjik, dan bernilai manfaat sesama masyarakatnya. Secara Nasional mesti tertanam komitmen fungsional bermutu tinggi. Memiliki kemampuan penyatuan konsep-konsep, alokasi sumber dana, perencanaan kerja secara komprehensif, mendorong terbinanya center of excelences.


Pada ujungnya, tentulah tidak dapat ditolak suatu realita objektif bahwa, “Siapa yang paling banyak bisa menyelesaikan persoalan masyarakat, pastilah akan berpeluang banyak untuk mengatur masyarakat itu.”

Sungguh suatu kecemasan ada didepan kita, bahwa sebahagian generasi yang bangkit kurang menyadari tempat berpijak. Dalam hubungan ini diperlukan penyatuan gerak langkah.

Memelihara sikap-sikap harmonis dengan menjauhi tindakan eksploitasi hubungan bermasyarakat. Penguatan lembaga kemasyarakatan yang ada (adat, agama, perguruan tinggi), dalam mencapai ujud keberhasilan, mesti disejalankan dengan kelompok umara’ (penguasa) yang adil, agar dapat dirasakan spirit reformasi.

Mengembalikan serumpun Melayu keakarnya ya’ni Islam tidak boleh dibiar terlalai. Karena akibatnya akan terlahir bencana. Acap kali kita di abaikan oleh dorongan hendak menghidupkan toleransi padahal tasamuh itu memiliki batas-batas tertentu pula.


Amatlah penting untuk mempersiapkan generasi umat yang mempunyai bekalan mengenali,
(a) keadaan masyarakat binaan, aspek geografi, demografi,
(b) sejarah, latar belakang masyarakat, kondisi sosial, ekonomi,
(c) tamadun, budaya,dan adat-istiadat berbudi bahasa yang baik.


Secara natural alamiah setiap tanah ditumbuhi tanaman khas. Berbeda tanaman menjadi taman sangat indah dalam satu tata pemeliharaan. Memaksa hanya ada satu tanaman yang boleh tumbuh dalam satu taman istana, akan menjadikan taman tidak berseri.
Tujuan akhirnya menghapuskan ketidak seimbangan serius melalui pendidikan dan prinsip-prinsip Islami.

Mementingkan kelompok semata akan sama halnya dengan membangun rumah untuk kepentingan rumah. Padahal, masyarakat lingkungan adalah media satu-satunya tempat beroperasinya dakwah sepanjang hidup.

Perlulah diingat, bahwa “yang banyak diperhatikan umat adalah yang paling banyak memperhatikan kepentingan umatnya”. Konsekwensinya setiap pemimpin umat harus siap menerima segala cobaan dari Allah.



Dalam pengalaman dilapangan dakwah kemajuan selalu dihalangi kelemahan yang dimiliki.

Keterbelakangan adalah penyakit yang melanda setiap orang.

Kurangnya perencanaan akan menghapus semangat kelompok dan padamnya inisiatif.

Kewajiban yang teramat krusial adalah, menghidupkan ketahanan umat baik secara nasional maupun regional.

Mempertemukan pemikiran dan informasi, konsultasi dan formulasi strategi serta koordinasi di era globalisasi memasuki alaf baru menjadi tugas utama dalam menapak keperubahan cepat dan drastis.

Di alaf baru, setiap hari akan terasa dunia semakin mengecil.
Rusaknya dakwah dalam pengalaman selama ini karena melaksanakan pesan sponsor diluar ketentuan wahyu agama.

Kemunduran dakwah selalu dibarengi oleh kelemahan klasik kekurangan dana, tenaga, dan hilangnya kebebasan gerak. Akhirnya, dapatlah dibuktikan bahwa kerjasama lebih baik dari sendiri.

Mengikut sertakan seluruh potensi umat, sangat mendukung gagasan dan gerak dakwah dalam mengawal umat agar jiwanya tidak mati.

Masyarakat yang mati jiwa akan sulit diajak berpartisipasi dan akan kehilangan semangat kolektifitas. Bahaya akan menimpa tatkala jiwa umat mati di tangan pemimpin.

Tugas kitalah menghidupkan umat.

Umat yang berada ditangan pemimpin otoriter dengan meninggalkan prinsip musyawarah sama hal nya dengan menyerahkan mayat ketangan orang yang memandikannya.
Karena itu, hidupkan lembaga dakwah sebagai institusi penting dalam masyarakat.
Tugas kita termasuk membuat rencana kerja agar dakwah tidak dikelola secara krisis dan darurat.


Dakwah merupakan suatu pekerjaan rutin.

Kesalahan dalam membuat rencana, maka tujuan dakwah menjadi kabur.
Salah menempatkan sumber daya yang ada akan berakibat kesalahan prioritas.

Perencanaan matang menjadikan gerakan dakwah berangkat dari hal yang logis (ma’qul, rasionil), selanjutnya sasaran dakwah dapat diterima oleh semua pihak.


Dakwah bukan kerja part-time sambilan bagi yang giat dan aktif saja.
Tetapi harus menjadi tugas full-time dari seluruh spesialis ditengah masyarakat, dan semestinya ditunjang oleh sarjana-sarjana spesialis, pedagang spesialis, birokrat spesialis, sehingga dapat disajikan sebagai suatu social action.

Memahami fenomena besar dan menarik dari perkembangan globalisasi akan membuka peluang perkembangan Islam untuk siap menerima kembali peradaban Islam sebagai alternatif untuk mewujudkan keselamatan didunia.


Dakwah kedepan adalah dakwah global, yang tujuannya adalah Islamisasi masyarakat Islam.

Lebih umum, adalah membangun, berkorban, mendidik, mengabdi, membimbing kepada yang lebih baik.

Tugas ini tak bolehlah diabaikan dalam berupaya merobah imej dari konfrontatif kepada kooperatif.


Akhirnya dapat dimengerti bahwa kebajikan akan ada pada hubungan yang terang dan transparan, sederhana dan tidak saling curiga.

Gila kekuasaan dan berebut kekuasaan, niscaya akan berakhir dengan masyarakat jadi terkoyak-koyak.

Nawaitu hanya bekerja tidak untuk mencari sukses, atau hanya bekerja asal jadi, sudah semestinya dirubah.

Yang mesti ditampilkan adalah amal karya bermutu ditengah percaturan kesejagatan (globalisasi).

Semakin kecil kesalahan yang ada akan semakin besar kemampuan dan keberhasilan dalam menyampaikan risalah dakwah.


Maka tidak dapat ditolak, kemestian menggunakan semua adab-adab Islam untuk menghadapi semua persoalan hidup manusia yang akan menjamin sukses dalam segala hal.

Kitapun harus mampu mengetengahkan, formula ukhuwah antar organisasi Islam, supaya dapat berjalan lebih baik dari keadaan yang sekarang.


Khulasahnya adalah memerankan kembali organisasi formal yang andal sebagai alat perjuangan dengan sistem komunikasi dan koor¬dinasi antar organisasi Islam.

Pada pola pembinaan dan kaderisasi pimpinan organisasi non formal secara jelas dalam gerak dakwahnya, harus mengupayakan berperan,

a. menjadi pengikat umat dalam upaya membentuk jamaah yang lebih kuat, sehingga merupakan kekuatan sosial yang efektif,

b. media pengembangan dan pemasyarakatan budaya Islami,

c. merupakan media pendidikan dan pembinaan umat untuk mencapai derajat pribadi taqwa, dengan merencanakan dan melaksanakan kegiatan dakwah Islamiyah.

d. Orgganisasi dakwah semestinya menjadi media pengembangan minat mengenai aspek kehidupan tertentu, ekonomi, sosial, budaya, dan politik dalam rangka mengembangkan tujuan kemasyarakatan yang adil dan sejahtera.


Maka, tidak dapat tidak mestilah dikembangkan dakwah yang sejuk, dakwah Rasulullah bil ihsan.

• Dengan prinsip yang jelas dan tidak campur aduk (laa talbisul haq bil bathil).
• Integrated , menyatu antara pemahaman dunia untuk akhirat, keduanya tidak boleh dipisah-pisah.
• Belajar kepada sejarah, dan amatlah perlunya gerak dakwah yang terjalin dengan net work (ta’awunik) yang rapi (bin-nidzam), untuk penyadaran kembali (re-awakening) generasi Islam tentang peran Islam membentuk tatanan dunia yang baik. Insya Allah.
Begitulah semestinya peranan lembaga-lembaga dakwah dalam menapak alaf baru.
Satu pertanyaan mestilah kita jawab segera.

Mampukah kita menukilkan sejarah yang lebih indah dan bermakna yang akan diwariskan untuk generasi sesudah kita ???

Kita dituntut untuk menampilkan Gerakan Dakwah yang lebih baik, lebih terpadu dan lebih berkualitas daripada yang telah dibuat dan diwariskan kepada kita oleh para pejuang mujahid dakwah sebelumnya dari barisan shaf para sabiquunal awwalun.

Jawabnya hanya mungkin ujud pada tinginya kesungguhan serta kuatnya prinsip jihad Ila Allah yang tertanam disetiap pribadi pendukung dakwah itu.
Semoga Allah senantiasa melapangkan jalan Nya untuk kita semua.
Amin.




Catatan :


Pada tanggal 31 Agustus sampai dengan 3 September 2000 telah berlangsung satu Seminar Dakwah dan Cabaran Serantau, bersempena (bersamaan) dengan Muktamar Sanawi ABIM (Angkatan Belia Islam Malaysia) Ke 29, di Kuala Lumpur Malaysia, dengan mengambil tempat pada Pusat Latihan ABIM, Kajang dan Dewan Al Malik Faishal Pusat Matrikulasi Universitas Islam Antar Bangsa Malaysia (UIAM).

Seminar Dakwah yang dihadiri oleh hampir 1000 peserta dari berbagai utusan negeri Serumpun Malaysia, dan bahkan para perutusan perwakilan luar negara diantaranya dari Bosnia Herzeghovina, Thailand, Pilipina, Myanmar, Kamboja, Laos, Singapura dan Indonesia. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) mengutus Pengurus DDII Sumbar yang dipimpin H. Mas’oed Abidin, H. Masfar Rasyid SH., (Wakil Ketua DPRD Sumatera Barat) dan Ustadz H.A.R. Najib Adnan Lc., yang adalah para Wakil Ketua Pengurus DDII Sumbar dan Eko Yanche (Wartawan Mimbar Minang).

Pokok-pokok pikiran tentang Pengalaman Dakwah Serantau dalam menghadapi Cabaran Dakwah dan Penghayatan Islam ini disampaikan pada Seminar tersebut pada tanggal 1 September 2000 dan dibahas juga dalam Pertemuan Meja Bulat pada 31 Agustus 2000 bertempat di Shah’s Village Hotel Petaling Jaya Kuala Lumpur.
Padang / Kuala Lumpur, 29 hb.Agustus 2000.

Tidak ada komentar: